Ads 468x60px

Rabu, 02 Januari 2013

Maulana Hasanuddin



Seorang Panembahan kelahiran Wahanten (Banten), beralur darah trah Rasul Muhammad, berbaur dengan alur darah trah Sri Baduga Maharaja, melalui ketawakalan dan perjuangan yang berat, akhirnya berhasil mendirikan monumen Islam yang kokoh di Bumi Wahanten. Sebagian besar penduduknya, menjadi pemeluk setia agama Rasul Muhammad.

Dari pernikahan Nyai Kawung Anten dengan Syarif Hidayat, pada tahun 1478 M., Sang Surasowan mempunyai cucu laki-laki. Oleh Sang Surasowan, bayi laki-laki itu diberi nama Sabakinkin. Oleh Syarif Hidayat, diberi nama Hasanuddin.

Ketika ayahanda Nyai Kawung Anten, Sang Surasowan, mertua Syekh Syarif Hidayat, kakeknya Pangeran Sabakinkin atau Maulana hasanuddin wafat, dalam usia terhitung muda, tahtanya diwariskan kepada putranya, Sang Arya Surajaya.

Pada masa pemerintahan Sang Surajaya di Wahanten Pesisir, Syarif Hidayat sudah menjadi pewaris kedua, di Kesultanan Pakungwati Cirebon. Oleh karena itu, Sabakinkin atau Hasanuddin, menjadi penerus ayahnya, menjadi Guru Agama Islam di Wahanten Pesisir. Pada waktu itu, Pangeran Sabakinkin, lebih dikenal dengan sebutan Syekh Maulana Hasanuddin.

Ketenaran Syekh Maulana Hasanuddin, telah mengalahkan kharisma uwanya, Adipati Arya Surajaya. Sehingga hubungan kekerabatan dengan uwanya itu, menjadi tidak harmonis lagi.

Ketika menjadi penyiar agama Islam di Wahanten Pesisir, Syekh Maulana Hasanuddin menikah dengan puteri raja Indrapura, serta memperoleh putera laki-laki, diberi nama Yusuf.

Untuk jaringan politik, antara Kesultanan Pakungwati Cirebon dengan Kesultanan Demak, Syekh Maulana Hasanuddin berjodoh dengan Ratu Ayu Kirana (Ratu Mas Purnamasidi), puteri sulung Raden Fatah. Dari perkawinannya, lahir pertama Ratu Winahon, kelak menjadi isteri Tubagus AngkeBupati Jayakarta (Jakarta). Putera kedua, Pangeran Arya (Pangeran Jepara), yang menjadi anak angkat Ratu Kalinyamat dari Jepara.

Di Wahanten Girang terjadi kekosongan pimpinan wilayah, ini dikarenakan Sang Adipati Surajaya beserta pengikutnya mendapat serbuan dari balatentara gabungan Pakungwati dan Demak, sehingga mengungsi kedaerah Bogor. Dan atas inisiatif Ki Bagus Molana, akhirnya Wahanten Girang bergabung dengan Wahanten Pesisir. Dengan demikian, Pangeran Sabakinkin Adipati Syekh Maulana Hasanuddin, berkuasa atas dua wilayah kerajaan: Wahanten Pasisir dan Wahanten Girang. Akhirnya Pangeran Sabakinkin dinobatkan kembali, dan memperoleh gelar Panembahan. Pengertian Panembahan, adalah tokoh ulama besar Islam yang sangat dihormati, merangkap jadi penguasa.

Pada tahun 1570 M. Panembahan Syekh Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakinkin wafat, meninggalkan para putra dan putri:
  1. Ratu Pembayun Fatimah
  2. Pangeran Yusuf (Maulana Yusuf)
  3. Pangeran Jagaraksa/Arya Japara
  4. Pangeran Sunyararas
  5. Pangeran Pajajaran
  6. Pangeran Pringgalaya
  7. Pangeran Sabrang Lor
  8. Ratu Keben
  9. Ratu Terpater
  10. Ratu Biru
  11. Ratu Ayu Arsanengah
  12. Pangeran Pajajaran Wado
  13. Tumenggung Wilatikta
  14. Ratu Ayu Kamudarage
  15. Pangeran Sabrang Wetan



Kuncen Cikadueun Keramat



Kuncen Cikadueun Keramat

Dalam tulisan ini penulis mengumpulkan data mengenai tokoh-tokoh yang pernah dan masih menjabat sebagai pengurus/kuncen Keramat Cikadueun di Pemakaman astana Uyut Manshur yaitu:

Pertama dipegang oleh KH. Ya'qub bin 'Adnan pengurus yang di tunjuk langsung oleh KH. Ruyani Kadu Pinang, sebagai asal mulanya atas titah dalam Tawajjuh beliau bahwa, di pemakaman Cikadueun ini bersemayam jasad seorang tokoh yang amat di cari dan di muliakan juga sebagai garis keturunan dari Kerajaan Banten, dilanjutkan hanya sebentar oleh Ki Asiri dan selanjutnya dipegang oleh H. Nur Dinuri, seorang keturunan Pangeran Astapati mantan pegawai bank berkantor di Saketi. Kemudian pada KH. Zuhri bin KH. Ya'qub hingga dipasrahkan pada warangnya (besan. sunda) bernama H. tb. Muhammad Arif, hasil pertikahan putra keempat dari KH. Zuhri ini yang bernama KH. Zaenuddin nikah bersanding dengan putri H. tb. Muhammad Arif yang bernama Hj. rt. Habibah.

Selanjutnya tampuk pemegang jabatan kuncen di serahkan pada H. Husni bin H. Nur Dinuri, sebab karena KH. Zaenuddin Zuhri menyerahkan padanya hanya untuk beliau (H. Zen panggilan lainnya) agar fokus pada pendidikan umat saja, dan ini di realisasikannya sehingga tampuk jabatan kuncen seharusnya padanya beliau serahkan pada H. Husni.

Di dalam memegang  jabatan kuncen. Ende Husni, panggilan untuk H. Husni bin H. Nur Dinuri berlangsung agak lama hingga meninggal dan selanjutnya dipegang oleh H. Entus Arip Hidayat bin H. tb. Muhammad Arif , dilanjutkan oleh H. Iyus yusron bin H. Husni seterusnya pada H. Uju 'Izzuddin bin H. Yasin asal Kd. Mernah mantu dari H. Husni tersebut yang menikah dengan Hj. Eneng. Setelah meninggal H. Uju 'Izzuddin, tampuk pemegang jabatan sebagai kuncen belum ada kata sepakat siapa yang harus memegangnya, berhubung Dinas kepurbakalaan menyerahkan SK. (Surat Keputusan) pemegang keKuncenan pada tb. Apuk bin H. Iyus Yusron dan sebagai yang kedua adalah KH. Hafid Zuhri putra bungsu KH. Zuhri Nawawi bin KH. Ya'qub. Dan dalam masa kefakuman ini jabatan Kuncen sementara dan tidak sepenuhnya dipegang oleh ace Sopiyan bin Ace Marzuq (sekarang)

Allahu a'lam.