Maulana Yusuf, Sultan Banten II (1570-1580 M)
Gawe Kuta bulawarti bata kalawan kawis
Panembahan Sabakinkin atau Maulana Hasanudin, dari pernikahanannya dengan Ratu Ayu Kirana mempunyai putera yang di beri nama Pangeran Yusuf dan selanjutnya setelah memegang tampuk pemerintahan kerajaan, beliau menyandang gelar Maulana Yusuf, yang artinya seseorang yang ahli dalam agama Islam dalam mengayomi umat sekaligus memegang kekuasaan, mengurus tata kenegaraan sebagai pelayan rakyat. Selanjutnya, gelar maulana di kemudian hari di gantikan dengan Sultan yang amat beda fungsi dan tugasnya. Seperti juga ayahnya, Maulana Yusuf ingin memajukan Banten. Tapi pada masa Maulana Yusuf disamping pendidikan agama, juga lebih ditekankan pada bidang pembangunan kota, keamananan dan pertanian.
Pada masanya pulalah Ibukota Pajajaran (Pakuan) dapat ditaklukan oleh Banten. Para ponggawa kerajaan Pajajaran lalu dengan sukarela memilih Islam dan masing-masing memegang jabatannya seperti semula. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, perdagangan di Banten semakin maju. bahkan bisa dikatakan bahwa pada saat itu Banten bagaikan kota penimbunan barang-barang (gudang) dari penjuru dunia yang nantinya disebarkan ke berbagai tempai di masing-masing kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Sehingga Banten menjadi begitu ramai dikunjungi, baik dari luar maupun oleh para penduduk nusantara. Sehingga pada masa pemerintahan Maulana Yusuf pulalah dibuatnya peraturan penempatan penduduk berdasarkan keahliannya dan asal daerahnya.
Perkampungan untuk orang asing biasanya ditempatkan diluar tembok kota. seperti Kampung Pakojan terletak disebelah barat pasar Karangantu, untuk para pedagang dari Timur Tengah, Pecinan terletak disebalh barat Masjid Agung, untuk para pedagang dari Cina. Kampung Panjunan (Untuk para Tukang Belanga, gerabah, periuk dsb), Kampung Kepandean (Untuk tukang Pandai besi), Kampung Pangukiran (Untuk Tukang Ukir), Kampung Pagongan (Untuk tukang gong), Kampung Sukadiri (Untuk para pembuat senjata). Demikian pula untuk golongan sosial tertentu, seperti Kademangan (untuk para demang), Kefakihan (Untuk para ahli Fiqih), Kesatrian (Untuk para Satria, perwira, Senopatai dan prajurit istana).
Pengelempokan pemukiman ini selain dimaksudkan untuk kerapihan dan keserasian kota, tapi lebih penting untuk keamanan kota. Tembok kota pun diperkuat dengan membuat parit-parit disekelilingnya. Dalam babad Banten disebutkan Gawe Kuta bulawarti bata kalawan kawis Perbaikan Masjid Agung Pun dikerjakannya, dan sebagai kelengkapan dibangun sebuah menara dengan bantuan Cek Ban Cut arsitek muslim asal Mongolia.
Disamping mengembangkan pertanian yang sudah ada, Sultanpun mendorong rakyatnya untuk membuka daerah-daerah baru bagi persawahan. Oleh karenanya sawah di Banten bertambah meluas sampai melewati daerah Serang sekarang. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah tersebut, dibuatnya terusan-terusan dan bendungan-bendungan. Bagi persawahan yang terletak disekitar kota, dibuatnya juga satu danau buatan yang disebut Tasikardi. Air dari Sungai Cibanten dialirkan melalui terusan khusus ke danau ini. Lalu dari sana dibagi ke daerah-daerah persawahan di sektarnya. Tasikardi juga digunakan bagi penampungan air bersih bagi kebutuhan kota. Dengan melalui pipa-pipa yang terbuat dari terakota (gorong-gorong, gerabah dari tanah liat), setelah dibersihkan/diendapkan air tersebut dialirkan ke keraton dan tempat-tempat lain di dalam kota. Di tengah-tengah danau buatan tersebut terdapat pulau kecil yang digunakan untuk tempat rekreasi keluarga keraton.
Dari permaisuri Ratu Hadijah, Maulana Yusuf mempunyai dua orang anak yaitu Ratu Winaon dan Pangeran Muhammad. Sedangkan dari istri-istri lainnya, baginda dikaruniai anak antara lain: Pangeran Upapati, Pangeran Dikara, Pangeran Mandalika atau Pangeran Padalina, Pangeran Aria Ranamanggala, Pangeran Mandura, Pangeran Seminingrat, Pangeran Dikara, Ratu Demang atau Ratu Demak, Ratu Pacatanda atau Ratu Mancatanda, Ratu Rangga, Ratu Manis, Ratu Wiyos dan Ratu Balimbing.
Pada tahun 1580, Maulana yusuf mangkat dan kemudian dimakamkan di Pekalangan Gede dekat Kampung Kasunyatan. Setelah meninggalnya, Maulana Yusuf diberi gelar Pangeran Panembahan Pekalangan Gede. Dan sebagai penggantinya diangkatlah puteranya yang bernama Pangeran Muhammad.
Maulana Yusuf mendapat gelar Panembahan Yusuf, menjadi penguasa Surasowan Wahanten selama 10 tahun, dari tahun 1492 Saka (1570 Masehi), hingga tahun 1502 Saka ((1580 Masehi), beristri Permaisuri Nyi Mas Ratu Ayu Siti Hadijah binti Syekh Tubagus Abdurrozak bin Syekh Tubagus Muhammad Soleh bin Syekh Tubagus Abdurrahman (Gunung Santri) berputera:
Dari istri yang lainnya, beliau mempunyai putra-putri diantaranya:
Maulana Yusuf mendapat gelar Panembahan Yusuf, menjadi penguasa Surasowan Wahanten selama 10 tahun, dari tahun 1492 Saka (1570 Masehi), hingga tahun 1502 Saka ((1580 Masehi), beristri Permaisuri Nyi Mas Ratu Ayu Siti Hadijah binti Syekh Tubagus Abdurrozak bin Syekh Tubagus Muhammad Soleh bin Syekh Tubagus Abdurrahman (Gunung Santri) berputera:
- Ratu Winahon
- Pangeran Muhammad
Dari istri yang lainnya, beliau mempunyai putra-putri diantaranya:
- Pangeran Arya Upapati
- Pangeran Arya Adikara
- Pangeran Arya Mandalika
- Pangeran Arya Ranamanggala
- Pangeran Arya Seminingrat
- Ratu Demang
- Ratu Pecatanda
- Ratu Rangga
- Ratu Ayu Wiyos
- Ratu Manis
- Pangeran Manduraraja
- Pangeran widara
- Ratu Belimbing